Halaman

"ummmh..." Emoticon

Sabtu, 18 Juni 2011

I Love You Just The Way You Are

Menyatukan dua orang dengan latar belakang yang berbeda, bahkan sangat berbeda, bukanlah hal yang mudah. Budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan keluarga serta pergaulan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dan kecocokannya dengan orang lain.

Terkadang yang kita anggap cocok saat ini, belum tentu cocok nanti. Seiring dengan perjalanan waktu, kita tidak hanya melihat persamaan, namun juga melihat perbedaan. Kemudian sampai di mana kita mampu mengelola perbedaan tersebut menjadi sesuatu yang indah, di mana yang satu dapat melengkapi yang lain? Bila kedua belah pihak tidak dapat menerima perbedaan yang ada, atau malah hanya berdiam diri dan menyimpan dalam hati tanpa membicarakannya, akan muncul masalah dalam hubungan tanpa mereka sendiri.

Seringkali orang mencari pasangan berdasarkan penampilan fisik atau materi semata. Padahal standar fisik (cantik, langsing, ganteng, kekar) atau materi bersifat subjektif. Memang kadang hal tersebut dapat membuat kita bahagia namun di mana esensi cinta?

Robert Sternberg, seorang psikolog mengemukakan konsepsi mengenai cinta. Ia mengilustrasikan cinta dalam bentuk segitiga.

Cinta yang penuh atau lengkap adalah cinta yang disebut consummate love, yakni kombinasi dari adanya keintiman (intimacy), hasrat (passion), dan komitmen (commitment) . Cinta tanpa komitmen tidak menunjukkan adanya kesetiaan dan saling mengasihi yang mendalam.

Cinta tersebut hanya karena nafsu, membara namun pada akhirnya berpaling ketika ada objek cinta yang lain. Komitmen menandakan adanya penerimaan antara yang satu dengan yang lain dan menjadikan cinta sebagai sesuatu yang suci di antara mereka.

Di lain pihak, cinta tanpa hasrat merupakan cinta yang hampa. Komitmen saja, misalnya karena terpaksa menikah karena pilihan orang tua atau karena berhutang budi tanpa memiliki hasrat, menyebabkan ikatan karena keharusan, bukan karena kerelaan. Baik, bila pada akhirnya cinta dapat tercipta. Bila tidak, hubungan terasa hampa.

Cinta yang timbul karena komitmen dan hasrat semata, tanpa mau mengenal pasangan lebih dalam dan berusaha memahami serta membangun keintiman yang lebih dalam adalah cinta yang kekanak-kanakan. Seperti cinta monyet. Esensi cinta juga sulit ditemukan dalam cinta semacam ini. Masalah dapat timbul dan cinta dapat hilang begitu saja.

Bila kita mampu membangun komitmen, mengenal pasangan kita lebih jauh, memahami dirinya sebagai pribadi yang unik dan kita cintai, memiliki hasrat untuk bersamanya, maka kita akan mendapatkan cinta seutuhnya. Tidak mudah memang. Namun, belajar untuk menerima, saling membangun satu sama lain, dan menyadari bahwa cinta saya adalah pada pribadi ini dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah cinta yang sebenarnya.

Pada dasarnya, mewujudkan hal tersebut tidak semudah ketika saya menuliskannya. Seperti telah diungkapkan di atas, menyatukan segala perbedaan bukan hal yang mudah. Berusaha untuk menerima dengan lapang dada, tidaklah mudah. Tetapi pasangan seperti apakah yang kita cari? Sampai kapan kita akan menemukan pasangan yang sempurna? Jawabannya tidak akan pernah ada kecuali kita sendiri yang menciptakan kesempurnaan itu.

“Cinta yang timbul dari hati, dari kejujuran dan ketulusan, love actually alias I love you just the way you are”

Hal tersebut pada akhirnya akan membantu kedua belah pihak menyelesaikan masalah yang ada. Toh kita tidak akan tetap muda dan terus mencari dan mencari. Suatu hari kita akan merasakan kerinduan untuk berbagi dengan orang yang penting dalam hidup kita, ingin menggenapkan tugas perkembangan kita yaitu membangun keluarga.

Pada saatnya nanti, pernikahan bukanlah permainan, bukan hanya sekadar pesta, namun merupakan janji suci dua insan. Apakah akan berakhir dengan kesedihan karena sikap egois dan seenaknya sendiri atau berakhir bahagia hingga akhir waktu kita sendiri yang dapat menentukan.